BOGOR_Beritapantau.com_Bahwa tanah sengketa antara Ahli waris Niko Mamesah pemilik 12 SHM tahun 1972, dengan PT. Kencana Jaya Properti Agung / anak perusahaan PT. Summarecon Agung Tbk,
Bahwa sampai dengan saat ini ahli waris Niko Mamesah belum pernah menjual mengalihkan haknya, atau memberi kuasa kepada siapapun untuk mengalihkan Haknya atas tanah 12 SHM yang terletak di Desa Nagrak Kecamatan Sukaraja, dahulu kecamatan kedunghalang Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Dan saat ini muncul surat kuasa jual atau surat Kuasa mutlak untuk menjual dibawa tangan tanpa ditandatangani oleh para pihak, tidak ada persetujuan dari istri untuk menjual, tidak bermaterai, dimana dan kapan dibuatnya atau tidak bertanggal, tapi oleh Notaris Imas Fatimah, SH di Jakarta meletakkan surat kuasa ini kedalam Akta SPH tahun 1975 yang seolah olah telah terjadi pelepasan Hak.
Dan di tahun 2009 dan tahun 2012 terjadi lagi SPH antara PT. Gunung Geulis Sentra Rekreasi melepaskan haknya kepada PT. Harmoni berubah nama menjadi PT. Kencana Jaya Properti Agung /PT. KNPA, dan di tahun 2023 PT. KJP di AKUISISI oleh Group PT. Summarecon Agung Tbk.
Bahwa adanya niat dan tujuan dari SPH antara PT dengan PT mereka SPH hanya untuk mengaburkan dan/atau menghilangkan nama pemilik asal SHM tahun 1972 karena di antara PT tersebut, pemiliknya sama yaitu Mulyadi Budiman pemilik Golf Gunung Geulis yang berdampingan dengan tanah obyek sengketa.
Bahwa PT- PT tersebut mereka tidak mempunyai hak namun bisa mengalihkan hak kosong, dan kalau mereka mau disebut pembeli yang beritekat baik, seharusnya melakukan jual beli dan mengurus penurunan Hak ke SHGB, dan jangan menunggu pemiliknya sudah meninggal dunia Baru mengurus SHGB, dengan menyatakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan/atau tanah Negara.
Bahwa kapan tanah sertifikat tahun 1972 di sebut tanah Negara, apakah saat dibuatnya SPH tahun 1972 ada dasar hukum apa yang secara serta merta di sebut tanah Negara, sedangkan warkah buku tanah di BPN sampai dengan tahun 2014 tidak ada perubahan/peralihan.
Bahwa dalam perjalanan ahli waris Niko Mamesah mencari keadilan di BPN Kab. Bogor tahun 2014 menemukan banyak kejanggalan di antaranya : Warkah Buku tanah tidak ada perubahan atau peralihan hak, tidak di temukan satu bukti Akta jual beli yang di tanda tanganin oleh Niko Mamesah sebagai pemilik, ditemukan Surat Kuasa mutlak di bawah tangan untuk menjual, ditemukan AKTA SPH tahun 1975.
Bahwa pada tanggal 4 maret 2015 oleh PT. Kencana Jaya Properti Agung mendaftarkan permohonan Haknya via loket BPN Kab. Bogor dan pada tanggal 12 Juni 2015 BPN Kab. Bogor menerbitkan SHGB atas nama PT. Kencana Jaya Properti Agung, sebegitu cepatnya Proses pemberian Hak SHGB hanya dalam jangka waktu 4 bulan dan sampai disini kami menduga terjadi suap/gratifikasi terhadap pejabat yang memberikan hak.
Dan Fakta lain juga BPN Kab. Bogor tidak melakukan pengukuran ulang di lapangan dan hanya mengutip peta atau gambar dari SHM tahun 1972 hal ini terlihat dari luas pada SHGB tahun 2015 sama dengan luas yang ada dalam SHM tahun 1972.
Bahwa PT. KNPA memohon SHGB Ke BPN Kab. Bogor dengan memakai Akta SPH tahun 2012, proses ini sangat tertutup oleh BPN Kab. Bogor dan Kanwil BPN Jawa Barat menerbitkan Surat Keputusan / SK penerbitan SHGB tahun 2015, dan entengnya BPN Kab. Bogor berpendapat bahwa Warkah BPN belum ada perubahan tapi sesungguhnya secara Yuridis telah terjadi Jual beli yaitu SPH tahun 1975, SPH menggunakan surat kuasa mutlak dan tidak ada bukti pemasukan kepada Negara saat SPH tahun 1975.
Bahwa dengan adanya fakta hukum seperti ini harusnya BPN Kab. Bogor saat memproses SHGB milik PT. KNPA meneliti data kepemilikan dan peralihan Haknya dengan seksama bukan menyelundupkan hukum dan memberi pembenaran data bahwa sudah terjadi jual beli atau SPH tahun 1975.
Oleh karena biang masalah ini muncul dari Kanwil BPN Jawa Barat dan BPN Kab. Bogor Kami akan terus mendesak kepada bapak Menteri ATR BPN, Kanwil BPN Jawa Barat BPN Kab. Bogor untuk tidak melakukan pemecahan Unit sertifikat dari Induk 12 SHGB, karena belakangan hari bisa menjadi alasan lagi dari BPN Kab. Bogor kepada para ahli waris Niko Mamesah bahwa, biarpun belum ada balik nama sertifikat dari PT. kJPA kepada Konsumen tapi secara Yuridis sudah ada jual beli. Dan tipu-tipuan ini kamu tidak mau di ulang lagi BPN Kab. Bogor.
Proses SHGB PT. KNPA yang tidak transparan kepada ahli waris dan tidak prosedural dan tidak adanya pemberitahuan atau pengumuman, untuk ahli waris membuat sanggahan atau keberatan atas terbitnya SHGB milik PT. KJP.
Dan dalam mediasi yang di lakukan oleh BPN Kab. Bogor terakhir tanggal 11 November 2015, para Ahli waris menyatakan secara tegas bahwa kami dan orang tua kami semasa hidup tidak pernah menjual, mengalihkan Hak atau memberi Kuasa kepada orang lain untuk menjual, dan SPH. Tahun 1975 itu tidak benar penuh rekayasa karena berdasarkan pada surat Kuasa mutlak, dan orang tua kami Niko Mamesah tidak pernah memberi kuasa.
Dan Surat Kuasa yang adapun tidak ada persetujuan dari istri, dimana dibuatnya, dan kapan dibuatnya, tidak bermaterai, tidak ditandatangani dan hasil penjualan tanah di berikan kepada siapa atau ditransfer kemana, semua tidak jelas dan hanya rekayasa dari oknum Mafia Tanah melakukan peralihan Hak guna menguasai harta milik keluarga Niko Mamesah. (Seolah-olah SPH itu benar adanya di ketahui oleh Niko Mamesah namun faktanya Hanya Rekayasa belaka).
Utuk itu kami minta Kepada Pj. Bupati Bogor dan ketua DPRD Kab. Bogor, untuk menghentikan segala kegiatan pembangunan di perumahan Summarecon Bogor karena sedang ada Gugatan perdata Di PN. Cibinong Kab. bogor.
Dan di antara poin permintaan/tuntutan kami adalah sebagai berikut :
1). Meminta kepada Pj. Bupati Bogor dan Ketua DPRD Kab. Bogor untuk menyegel bangunan di perumahan Summarecon Bogor, Karena tanah masih dalam bersengketa dengan ahli waris pemilik SHM tahun 1972 NIKO MAMESAH.
2). Meminta Kepada PJ. Bupati Bogor dan Ketua DPRD Kab. Bogor untuk memproses Oknum- oknum yang ada di Dinas Perijinan dan Pol PP Kab. Bogor karena diduga mereka menerima suap/gratifikasi dalam proses pemberian ijin dan tidak adanya pengawasan bangunan Perumahan PT. Summarecon Bogor.
3). Meminta Kepada PJ. Bupati Bogor dan Ketua DPRD Kab. Bogor untuk mendesak Summarecon Bogor membayar kepada Ahli waris pemilik SHM tahun 1972 dan memberi ganti rugi kepada para penggarap masyarakat Desa Nagrak yang sudah turun temurun menggarap tanah Niko Mamesah pemilik SHM tahun 1972.
4). Meminta Kepada PJ. Bupati Bogor dan Ketua DPRD Kab. Bogor, untuk mendesak Summarecon Bogor mengembalikan jalan masyarakat yang sudah menjadi Fasilitas Umum Fasum namun belakangan diambil oleh Summarecon Bogor tanpa memberi kompensasi, tukar/Risllah.
5). Karena Summarecon Bogor telah mencaplok Hak Garapan masyarakat Desa Nagrak dan pemilik SHM tahun 1972, kami minta kepada PJ. Bupati Bogor untuk tidak memproses lebih lanjut perijinan yang di mohon oleh PT. Summarecon Bogor sampai dengan Putusan Perkara No. 442 /Pdt.G/2024/Pn.Cbi. BERKEKUTAN HUKUM TETAP.
6). Agar tidak terjadi banyak kerugian yang akan timbul dikemudian hari dan tidak banyak korban atau konsumen yang terjebak dalam jual beli di atas obyek sengketa kami mohon untuk segera menghentikan Segala Kegiatan Pembangunan unit Perumahan Summarecon Bogor Segel dan Menutup segala kegiatan.
7).Kami ingatkan pemerintah Daerah untuk melindungi rakyatnya dari perampasan tanah oleh oknum- oknum PT. Dan kami mengajak PJ. Bupati Bogor dan ketua DPRD untuk bersama masyarakat Desa Nagrak Kab. Bogor, Melawan Mafia Tanah.
Apa yang menjadi pesan Bapak PRESIDEN RI.
H. PRABOWO SUBIANTO bahwa rakyat kecil harus di lindungi dari Mafia tanah, dan kami harapkan Pj. Bupati Bogor dan Ketua DPRD mengimplementasikan pesan Bapak
H. Prabowo Subianto dengan tegas tidak memberi dan/atau mencabut, menghentikan ijin yang ada sampai sengketa ini selesai.
Bahwa Kami dari Aliansi Masyarakat Indonesia Timur hadir ditengah masyarakat Desa Nagrak dan pemilik SHM tahun 1972 tetap memperjuangkan hak kepentingan hukum, agar tanah mereka tidak di ambil semenah- menah oleh para pengembang.
Dan kami akan datangkan di Area Sengketa untuk melakukan aksi gabungan Masa kurang lebih 2000 orang dan kamipun akan datang lagi ke PEMDA untuk menuntut terus sampai Permintaan kami di kabulkan dan/atau Hak- Hak Ahli waris dan para penggarap di bayar oleh Summarecon Bogor.
Hormat Kami. Bogor 11/11/2024
Kuasa Hukum Ahli Waris,
Kantor Hukum ” Martinus Siki, SH., MH & Rekan”
(Redaksi sumber Biro Mapikor)