Opini

Putusan MK Picu Debat Hukum: Keserentakan Pemilu dan Tafsir Konstitusi

JAKARTA_Beritapantau.com_Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXIII/2025 yang menetapkan pemisahan Pemilu nasional dan lokal telah memicu perdebatan hukum yang intens.  Putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025 ini,  menetapkan penyelenggaraan Pemilu yang konstitusional dengan memisahkan pemilihan umum nasional (DPR, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden) dari pemilu lokal (DPRD, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota).

Langkah MK ini mendapat kritik tajam dari Ridwan Syaidi Tarigan, Ketua Yayasan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Masyarakat Peduli Keadilan.  Beliau berpendapat bahwa putusan tersebut justru inkonstitusional karena dinilai telah memberikan tafsir yang berdampak pada makna perubahan konstitusi, khususnya Pasal 22E UUD 1945.  Pasal tersebut, menurut Ridwan, secara eksplisit mengatur pelaksanaan Pemilu setiap lima tahun sekali tanpa membedakan tingkatannya.  Pemisahan waktu Pemilu hingga 2-2,5 tahun, menurutnya, bertentangan dengan semangat konstitusi.

Lebih lanjut, Ridwan mempertanyakan dasar hukum MK dalam menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD 1945.  Ia berargumen bahwa pasal-pasal tersebut justru sejalan dengan prinsip keserentakan dalam UUD 1945.  Menurutnya, jika Pemilu dengan sistem lima kotak suara dianggap tidak konstitusional, maka Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945  menjadi tidak dapat dilaksanakan secara serentak.

Ridwan juga menyoroti potensi ketidaksesuaian dengan prinsip dasar konstitusi akibat pemisahan waktu Pemilu nasional dan daerah yang signifikan.  Ia mendesak pembentuk undang-undang dan lembaga konstitusional seperti MPR untuk mempertimbangkan  perubahan Pasal 22E UUD 1945 atau penegasan kembali batas kewenangan MK.  Beliau menegaskan pentingnya menjaga konsistensi sistem ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945 dan menyebut perpanjangan masa jabatan lembaga legislatif daerah tanpa dasar konstitusional sebagai pelanggaran UUD 1945.  Debat hukum ini pun  menunjukkan kompleksitas tafsir konstitusi dan implikasinya terhadap sistem penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. (MW)

MUHAMMAD WAHIDIN

Recent Posts

Skandal PAW Desa Citeureup: 9 Calon Disaring, 3 Saudara Kandung yang Lolos, Kecamatan Citeureup Dinilai Gagal Jaga Netralitas, Hasil PAW Picu Mosi Tidak Percaya

Citeureup, Beritapantau.com– Proses seleksi Pergantian Antar Waktu (PAW) Kepala Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor,…

2 hari ago

Inspektorat dan Disdik Kabupaten Bogor Memonitor Pembangunan RKB SDN Cijayanti 03

Bogor, Beritapantau.com_Dalam rangka memastikan kualitas dan kesesuaian pembangunan ruang kelas baru (RKB), Inspektorat bersama Dinas…

1 minggu ago

Peringati Hari Pelanggan Nasional BRI Sudirman 1 Komitmen Berikan Pelayanan Terbaik

Jakarta, Beritapantau.com_Dalam rangka memperingati Hari Pelanggan Nasional (HPN) 2025, Bank BRI Cabang Sudirman 1 menggelar…

1 minggu ago

Keberangkatan 102 Jamaah Umroh Alfiqtour

Cengkareng, 16 September 2025 – Alfiqtour dengan bangga mengumumkan keberangkatan calon jamaah umroh sebanyak 102…

1 minggu ago

DPN dan LBH PW GP Ansor DKI Jakarta: Bersama Mewujudkan Kesempatan Pendidikan untuk Sarjana Hukum

Jakarta – Hari ini, Senin, 15 September 2025, Dewan Pengacara Nasional (DPN) melakukan kunjungan silaturahim…

1 minggu ago

Silaturahmi Dewan Pengacara Nasional (DPN) dengan LBH PW GP Ansor DKI Jakarta, Sediakan Kuota PKPA Gratis

Jakarta – Dewan Pengacara Nasional (DPN) melakukan kunjungan silaturahim ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PW…

1 minggu ago