Bekasi,-BERITAPATAU.COM
Terkuak, dugaan pungutan liar (pungli) berkedok sumbangan di satuan pendidikan yang dikoordinir Komite SMK Negeri 7 Kota Bekasi, Kecamatan Jati Asih, telah terjadi bertahun-tahun.
Hal ini diketahui menurut keterangan ketua komite, Marsan Suganda yang baru menjabat kurang lebih setahun meneruskan program pungutan tersebut dari ketua komite sebelumnya dan kepala sekolah sebelumnya.
Akibat praktik pungutan tersebut, beberapa orang tua siswa merasa keberatan dengan nominal sebesar Rp 150 ribu per-siswa setiap bulan, dalam pengakuan kepala sekolah sebelumnya dari jumlah siswa seluruhnya berjumlah 1.100 siswa yang membayar sekitar 50 persen saja.
“Praktik ini sudah dijalankan bertahun tahun belakangan dan sudah ratusan juta rupiah uang yang sudah terkumpul untuk membantu menjalankan program sekolah untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang tidak tercover dana BOS dari pemerintah,” kata Ketua Komite, Marsan Suganda didampingi pengurus komite dan kepala sekolah saat ditemui wartawan, Selasa (16/7).
Marsan juga merasa aneh kenapa baru saat ini orangtua keberatan dan tidak disampaikan langsung ke pihaknya agar hal ini tidak melebar kemana-mana karena pungutan ini sudah lama.
“Heran kok orang tua wali murid baru sekarang komplain dan keberatan. Kenapa tidak disampaikan langsung pada kami. Padahal praktik ini sudah lama dijalankan,” katanya.
Sebelumnya, orangtua siswa yang enggan disebutkan namanya mengatakan, bahwa sumbangan yang diminta oleh pihak sekolah melalui komite tersebut wajib dibayar setiap bulan termaksud pungli, karena mematok biaya sebesar Rp150 ribu per siswa per bulannya.
“Kalau sumbangan, seharusnya tidak ditentukan nominal biaya yang dibebankan kepada anak didik. Bentuk sumbangan apapun itu tidak ada namanya pematokan dari sisi nilai rupiah yang ada keikhlasan dari orang tua murid, tapi ini wajib dibayar setiap bulan,” ungkapnya Senin (1/7) lalu.
Sementara soal praktik ini, Plt Kepala Sekolah (Kepsek) B. Agus Wimbadi, S.Pd., M.Pd, saat dikonfirmasi langsung mengakui adanya pungutan kepada orang tua siswa sebesar Rp150 ribu kepada seluruh siswa dengan jumlah siswa- siswi 1.100 orang, namun tak semuanya membayar dan ia pun tidak setuju dengan praktik tersebut.
“Memang benar saya tidak membantah soal pungutan Rp 150 ribu per siswa dan itu peninggalan kepala sekolah yang sudah purna dan saya menjabat kurang lebih baru dua bulan. Suda saya sampaikan ke pihak komite bahwa praktik ini sudah tidak zamannya,” katanya, Rabu (3/7).
Agus juga menjelaskan tentang uang hasil sumbangan tersebut untuk dipakai pembangunan sekolah, pembayaran gaji guru honorer dan lain-lain.
“Hasil dari pungutan itu uangnya buat bangun sekolah dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah serta untuk tambahan gaji honorer juga lainnya,” tukasnya.
Tim/Red