• Rab. Nov 12th, 2025

Hari Sumpah Pemuda 2025 – Semangat Pemuda Indonesia

ByMUHAMMAD WAHIDIN

Okt 28, 2025

Semangat Baru di Tengah Tantangan Zaman

Jakarta –Tanggal 28 Oktober 2025 kembali menjadi momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Delapan puluh tujuh tahun sejak ikrar Sumpah Pemuda 1928, generasi muda kini dihadapkan pada tantangan baru di era digitalisasi, disrupsi ekonomi, dan dinamika sosial yang begitu cepat. Namun, makna persatuan dan semangat kebangsaan tetap menjadi fondasi yang tak lekang dimakan waktu.

Sekjen DPP FPRN  Endang Ruhiyat menilai, peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini harus menjadi momentum kebangkitan generasi digital untuk berkolaborasi, berinovasi, dan membangun jejaring lintas bidang.

 “Pemuda hari ini bukan lagi hanya mereka yang mengangkat bambu runcing, tetapi yang mengangkat gagasan, teknologi, dan empati untuk membangun negeri,”ujar Endang Ruhiyat dalam wawancara bersama media Beritapantau, selasa (28/10).

Sumpah Pemuda: Ikrar Persatuan yang Selalu Relevan

Sumpah Pemuda 1928 adalah salah satu tonggak sejarah yang meneguhkan identitas bangsa Indonesia. Di tengah penjajahan, para pemuda dari berbagai suku dan daerah menyatukan tekad: bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu — Indonesia.

Kini, setelah hampir satu abad, semangat itu tidak memudar. Hanya medianya yang berubah. Dahulu para pemuda berkumpul di Kongres Pemuda, kini mereka bersatu di ruang digital: membangun komunitas, berbagi inovasi, dan memperjuangkan gagasan lewat internet.

Endang Ruhiyat menegaskan, nilai Sumpah Pemuda harus diterjemahkan dalam konteks kekinian. “Kalau dulu perjuangan melawan penjajah, sekarang perjuangan kita adalah melawan kebodohan, kemalasan, dan disinformasi.Pemuda harus cerdas secara digital dan tangguh dalam moral,” ungkapnya.

Generasi Digital dan Tantangan Moral

Era digital memang membuka peluang tak terbatas bagi anak muda: startup teknologi, ekonomi kreatif, content creator, hingga aktivisme sosial. Namun di balik kemudahan itu, muncul pula ancaman baru: hoaks, polarisasi politik, hingga degradasi etika.

Banyak riset menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak muda. Artinya, masa depan ruang digital sangat ditentukan oleh bagaimana mereka menggunakan kebebasan berekspresi dengan tanggung jawab.

Menurut Endang Ruhiyat, literasi digital adalah kunci utama agar semangat Sumpah Pemuda tidak disalahartikan. “Menjadi pemuda hari ini artinya bukan hanya aktif di media sosial, tetapi juga bijak dan bertanggung jawab. Sumpah Pemuda versi modern adalah janji untuk menjaga etika di ruang digital,” tegasnya.

Kolaborasi dan Inovasi: Kunci Masa Depan Pemuda

Spirit bersatu yang lahir dari Sumpah Pemuda kini menemukan wujudnya dalam bentuk kolaborasi lintas sektor. Banyak komunitas pemuda mulai berjejaring dengan dunia usaha, pemerintah, dan lembaga sosial untuk menciptakan solusi nyata bagi masyarakat.

Di berbagai daerah, muncul gerakan pemuda seperti:

” Gerakan Startup Kampus. Komunitas Hijau Digital dan Forum Kreatif Desa
  yang mengintegrasikan teknologi dengan pengabdian masyarakat.

Endang Ruhiyat memuji fenomena ini. “Saya bangga melihat anak muda tidak lagi saling bersaing secara ego, tetapi saling mendukung dan berbagi ide. Kolaborasi adalah wajah baru nasionalisme,” tuturnya.

Pemuda Desa dan Potensi Lokal

Tak hanya di kota besar, geliat semangat pemuda juga terasa di pedesaan. Banyak anak muda kembali ke kampung halaman untuk mengembangkan pertanian digital, ekowisata, atau UMKM lokal dengan sentuhan teknologi.

Pemerintah pun kini menyiapkan berbagai program seperti Kartu Prakerja Digital 2025, Inkubator UMKM Muda, dan Gerakan Desa Go Digital. Namun, keberhasilan program tersebut tetap bergantung pada partisipasi aktif generasi muda.

Endang Ruhiyat melihat fenomena ini sebagai tanda bahwa pemuda Indonesia semakin sadar akan akar budayanya.

“Globalisasi tidak berarti kehilangan jati diri. Justru dengan teknologi, anak muda bisa memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia,” jelasnya.

Pemuda dan Politik Kebangsaan

Sumpah Pemuda juga memiliki makna politik yang kuat: kesadaran kolektif untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok.
Sayangnya, di era media sosial, semangat itu kadang terkikis oleh narasi politik identitas dan ujaran kebencian.

Endang Ruhiyat mengingatkan, pemuda harus kembali pada nilai dasar: persatuan dan integritas. “Pemuda jangan mau diperalat. Jadilah agen perubahan, bukan agen provokasi.
Politik kebangsaan itu bukan soal siapa yang berkuasa, tapi bagaimana menjaga Indonesia tetap utuh,” katanya tegas.

Transformasi Pendidikan dan Peluang Baru

Pendidikan menjadi fondasi utama pembentukan karakter pemuda.
Transformasi pendidikan digital — dari learning management system, AI tutor*, hingga microlearning — menghadirkan peluang besar untuk meningkatkan daya saing.

Namun, masih ada kesenjangan digital di daerah-daerah terpencil.
Endang Ruhiyat yang juga aktif di bidang pendidikan menilai, akses internet dan pelatihan digital harus diperluas agar tidak terjadi “kesenjangan kesempatan.” “Kalau akses internet hanya dinikmati di kota besar, maka semangat Sumpah Pemuda kehilangan maknanya. Pemuda desa berhak mendapat peluang yang sama,” ujarnya.

Peran Dunia Usaha dan Komunitas

Selain pemerintah, sektor swasta dan komunitas juga punya tanggung jawab moral dalam memfasilitasi pengembangan pemuda.
Banyak perusahaan kini mengadakan program *Corporate Social Responsibility (CSR)* di bidang kepemudaan: pelatihan kewirausahaan, beasiswa, hingga bootcamp digital

Endang Ruhiyat menilai langkah ini sebagai sinergi yang patut diperkuat.

“Kita tidak bisa membiarkan pemuda berjalan sendiri.Dunia usaha, pemerintah, media, semua harus saling dukung.
Semangat Sumpah Pemuda itu gotong royong lintas generasi,” jelasnya.

Makna Nasionalisme di Era 5.0

Ketika dunia memasuki era Society 5.0 — integrasi manusia dan teknologi — konsep nasionalisme juga ikut berevolusi.
Kini nasionalisme bukan sekadar simbol bendera atau lagu kebangsaan, tapi kemampuan berkontribusi nyata melalui inovasi dan integritas.

Pemuda Indonesia harus mampu menjadi produsen ide dan solusi bukan hanya konsumen teknologi.
Mereka dituntut kreatif, kritis, dan adaptif terhadap perubahan global.

Endang Ruhiyat menutup pesannya dengan refleksi yang mendalam: “Nasionalisme modern itu sederhana: gunakan kemampuanmu untuk membuat hidup orang lain lebih baik.Jika setiap pemuda berpikir begitu, Indonesia akan selalu punya masa depan.”

Momentum Refleksi dan Aksi

Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025 bukan sekadar upacara dan seremonial.
Ia harus menjadi momentum refleksi untuk menjawab pertanyaan: sudah sejauh mana kontribusi kita bagi bangsa ini?

Peringatan Sumpah Pemuda adalah cermin — apakah generasi muda masih memegang nilai persatuan, atau terjebak dalam euforia digital yang dangkal.
Tantangan terbesar bukan lagi penjajahan fisik, tetapi “penjajahan mental dan informasi.”

Endang Ruhiyat menegaskan bahwa pemuda harus ” menjadi penyejuk di tengah perpecahan, dan menjadi jembatan di tengah perbedaan. “Kalau dulu pemuda mengikrarkan persatuan lewat Sumpah, sekarang mereka harus menegaskannya lewat tindakan.Jadilah pelaku perubahan, bukan penonton sejarah,”pungkasnya.

Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Semangat

Delapan puluh tujuh tahun berlalu sejak Sumpah Pemuda 1928, namun nilai-nilainya tetap hidup dalam setiap detak anak muda Indonesia.
Persatuan, semangat, dan tanggung jawab adalah energi utama yang membawa bangsa ini melangkah maju.

Hari Sumpah Pemuda 2025 mengingatkan bahwa ” masa depan Indonesia berada di tangan generasi digital yang berkarakter, kreatif, dan berkolaborasi.”

 “Sumpah Pemuda bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dijalankan setiap hari — di dunia nyata maupun dunia maya.”

Sekjen DPP FPRN Endang Ruhiyat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *