• Sab. Des 6th, 2025

Evaluasi Menyeluruh 25 Kapolri: Ketum DANRI Sultan Sepuh Cirebon Tegaskan Urgensi Pembenahan Fundamental Penegakan Hukum Nasional

ByMUHAMMAD WAHIDIN

Des 6, 2025

Jakarta, Beritapantau.com — 05 Des 2025
Ketua Umum Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DANRI),
Sultan Sepuh Cirebon KGSS Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., M.H.,
menyampaikan evaluasi resmi dan komprehensif terhadap perjalanan 25 Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945 hingga kepemimpinan Polri pada masa kini.

Dalam pernyataan kenegaraannya, Sultan Sepuh menegaskan bahwa penegakan hukum merupakan pilar utama keberlangsungan negara, sehingga evaluasi terhadap seluruh generasi Kapolri menjadi suatu keharusan untuk memastikan institusi kepolisian tetap berada pada jalur integritas dan mandat konstitusi.

“Evaluasi ini kami sampaikan sebagai refleksi objektif demi memperkuat institusi Polri. Negara membutuhkan aparat kepolisian yang mandiri, berintegritas, dan bebas dari intervensi kepentingan apa pun selain kepentingan rakyat dan hukum itu sendiri,”
tegas Sultan Sepuh.

Beliau menambahkan bahwa perjalanan penegakan hukum di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari karakter, kepemimpinan, dan kebijakan setiap Kapolri pada masanya. Karena itu, telaah historis ini menjadi dasar penting bagi pembenahan fundamental Polri dalam menjawab tantangan era modern.

*EVALUASI 25 KAPOLRI: KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TIAP ERA*

Berikut adalah daftar 25 Kapolri beserta karakteristik kepemimpinan mereka dalam konteks penegakan hukum nasional:

1. R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo (1945–1959)
* Kelebihan: Peletak fondasi Polri pasca kemerdekaan.
* Kekurangan: Struktur hukum dan organisasi masih lemah.

2. Soekarno Djojonegoro (1959–1963)
* Kelebihan: Konsolidasi organisasi di era Demokrasi Terpimpin.
* Kekurangan: Penegakan hukum dipengaruhi tekanan politik.

3. Soetjipto Danoekoesoemo (1963–1965)
* Kelebihan: Penguatan intelijen.
* Kekurangan: Negara berada dalam ketidakstabilan menjelang G30S.

4. Soetjipto Joedodihardjo (1965–1968)
* Kelebihan: Menjaga stabilitas pasca-G30S.
* Kekurangan: Penegakan hukum cenderung politis.

5. Hoegeng Iman Santoso (1968–1971)
* Kelebihan: Simbol keteladanan integritas Polri.
* Kekurangan: Tekanan politik membatasi reformasi.

6. Mohammad Hasan (1971–1974)
* Kelebihan: Penguatan reserse kriminal.
* Kekurangan: Pengaruh militer masih kuat.

7. Widodo Budidarmo (1974–1978)
* Kelebihan: Modernisasi organisasi Polri.
* Kekurangan: Kemandirian institusi terbatas.

8. Awaluddin Djamin (1978–1982)
* Kelebihan: Peningkatan tata kelola kepolisian.
* Kekurangan: Penegakan hukum cenderung mengikuti kepentingan stabilitas politik.

9. Anton Soedjarwo (1982–1986)
* Kelebihan: Profesionalisme dan modernisasi meningkat.
* Kekurangan: Akses keadilan rakyat kecil kurang terpenuhi.

10. Mochammad Sanoesi (1986–1991)
* Kelebihan: Perbaikan manajemen SDM.
* Kekurangan: Penyelesaian kasus besar tidak optimal.

11. Kunarto (1991–1993)
* Kelebihan: Efisiensi organisasi.
* Kekurangan: Polri kurang adaptif terhadap transisi menuju Reformasi.

12. Banurusman Astrosemitro (1993–1996)
* Kelebihan: Penguatan pencegahan kriminal.
* Kekurangan: Independensi institusi belum terbentuk sepenuhnya.

13. Dibyo Widodo (1996–1998)
* Kelebihan: Penanganan kriminalitas meningkat.
* Kekurangan: Lemah terhadap gejolak Reformasi.

14. Roesmanhadi (1998–2000)
* Kelebihan: Awal transparansi di era Reformasi.
* Kekurangan: Struktur Polri masih mencari bentuk ideal pasca-transisi.

15. Roesdihardjo (2000)
* Kelebihan: Pengesahan pemisahan Polri dari TNI.
* Kekurangan: Masa jabatan terlalu singkat.

16. Surojo Bimantoro (2000–2001)
* Kelebihan: Penataan pasca pemisahan Polri–TNI.
* Kekurangan: Rentan konflik politik nasional.

17. Da’i Bachtiar (2001–2005)
* Kelebihan: Reformasi struktural dan keberhasilan kontra-terorisme.
* Kekurangan: Citra Polri menurun akibat isu korupsi.

18. Sutanto (2005–2008)
* Kelebihan: Profesionalisme meningkat pesat.
* Kekurangan: Transparansi belum maksimal.

19. Bambang Hendarso Danuri (2008–2010)
* Kelebihan: Penguatan keamanan nasional.
* Kekurangan: Konflik “Cicak vs Buaya” merusak kepercayaan publik.

20. Timur Pradopo (2010–2013)
* Kelebihan: Pengamanan publik berjalan baik.
* Kekurangan: Sorotan terhadap kekerasan aparat meningkat.

21. Sutarman (2013–2015)
* Kelebihan: Stabilitas keamanan terjaga.
* Kekurangan: Reformasi internal lambat.

22. Badrodin Haiti (2015–2016)
* Kelebihan: Pengelolaan keamanan nasional stabil.
* Kekurangan: Kepercayaan publik belum pulih.

23. Tito Karnavian (2016–2019)
* Kelebihan: Modernisasi Polri dan efektivitas kontra-terorisme.
* Kekurangan: Dinamika politisasi mencuat.

24. Idham Azis (2019–2021)
* Kelebihan: Stabilitas keamanan selama pandemi.
* Kekurangan: Reformasi budaya organisasi stagnan.

25. Listyo Sigit Prabowo (2021–sekarang)
* Kelebihan: Penerapan Presisi dan digitalisasi layanan publik.
* Kekurangan: Kasus besar internal menggerus kepercayaan rakyat.

PERNYATAAN TEGAS SULTAN SEPUH: AGENDA PEMBENAHAN POLRI
Dalam penutup evaluasinya, Sultan Sepuh menyampaikan pernyataan tegas:

“Reformasi Polri bukan lagi sekadar kebutuhan, tetapi merupakan kewajiban negara untuk memastikan tegaknya supremasi hukum. Tidak boleh ada toleransi terhadap penyalahgunaan kewenangan, pelanggaran integritas, maupun praktik yang merusak kehormatan institusi.”

Beliau menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto semoga evaluasi 25 Kapolri ini sebagai landasan strategis pembaruan Polri, demi masa depan penegakan hukum yang kredibel, humanis, dan bermartabat.

“Keadilan adalah hak rakyat. Polri harus menjadi benteng keadilan itu, bukan tembok penghambatnya. Pembenahan total adalah keniscayaan bagi masa depan Indonesia.” (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *