Hukum & Kriminal

Di Balik Janji Manis H. Mansyur, Puluhan Jamaah Haji Furoda Jadi Korban

Jakarta – Harapan untuk menunaikan ibadah haji tahun ini berubah menjadi mimpi buruk bagi puluhan calon jamaah haji furoda. Mereka menjadi korban dugaan penipuan yang diduga dilakukan oleh seseorang bernama H. Mansyur, sosok yang sebelumnya dikenal dekat dengan lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Hingga kini, keberadaan H. Mansyur tak diketahui. Rumahnya sepi, dan janji manisnya untuk mengembalikan uang jamaah hanya tinggal kenangan

Program Haji Furoda kerap menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin berangkat haji tanpa harus menunggu antrean panjang bertahun-tahun. Jalur ini memang legal, namun harus melalui penyelenggara berizin resmi dari Kemenag. Sayangnya, program ini justru sering disalahgunakan oleh oknum yang mengaku memiliki akses khusus.

Salah satu korban, Dadan, bercerita bahwa awalnya ia sangat percaya dengan sosok H. Mansyur. Selain dikenal di lingkungan Kemenag.

“Kami percaya karena dia mengaku orang Kanwil Kemenag DKI Jakarta, kalau bukan karena itu, mana mungkin kami berani menyerahkan uang ratusan juta,” ungkap Dadan dengan nada datar namun sarat penyesalan.

Bagi Dadan dan jamaah lain, nama besar Kemenag memberi rasa aman. Mereka yakin semua prosedur akan berjalan sesuai aturan. Namun keyakinan itu justru menjadi pintu masuk penipuan yang rapi dan sistematis.


Pertemuan di Hotel Ibis: Janji Berangkat yang Tak Pernah Terwujud

Menurut penuturan para korban, H. Mansyur sempat mengadakan pertemuan resmi di Hotel Ibis, Jakarta. Dalam acara tersebut, ia mempresentasikan rencana keberangkatan jamaah furoda lengkap dengan jadwal, fasilitas hotel di Tanah Suci, hingga visa resmi yang diklaim telah siap.
Segala sesuatu tampak profesional. Ada spanduk, daftar peserta, bahkan dokumentasi foto. Para calon jamaah semakin yakin bahwa keberangkatan mereka sudah di depan mata.

Karyawan Firdaus Tour & Travel yang ditugaskan bagian data jamaah /manifes dan paspor

Namun waktu berlalu, satu per satu kejanggalan mulai terasa. Surat dan dokumen keberangkatan tak kunjung diterima. Ketika jamaah menanyakan kepastian, jawaban yang diterima hanya janji dan alasan. Hingga akhirnya, saat hari keberangkatan tiba, tidak satu pun dari mereka diberangkatkan.

“Waktu itu dia bilang semua sudah siap. Kami tinggal menunggu visa keluar. Tapi begitu mendekati jadwal, dia malah hilang. Gak bisa dihubungi, rumahnya pun kosong,” tutur Dadan dengan nada kecewa.

Setelah kehilangan kontak dengan H. Mansyur, beberapa korban berinisiatif mendatangi Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk mencari kejelasan. Di sana, mereka diterima oleh Bapak H. Amin, salah satu pejabat Kanwil yang mengaku mengenal H. Mansyur.

“Bapak H. Amin waktu itu mengatakan akan menjamin bahwa H. Mansyur akan mengembalikan uang jamaah,” jelas

Pernyataan itu sempat menumbuhkan harapan bagi para korban. Mereka yakin masalah ini akan selesai secara kekeluargaan. Namun kenyataannya, berbulan-bulan berlalu tanpa ada kejelasan. Tidak ada komunikasi dari pihak H. Mansyur, tidak ada pengembalian dana, dan tidak ada tanda-tanda itikad baik.

“Kenyataannya, sampai sekarang gak ada tindakan apa-apa. Katanya mau dikembalikan, tapi buktinya nihil. Janji tinggal janji,” tegas Dadan dengan nada marah.


Derita Psikologis dan Sosial Para Korban

Bagi sebagian korban, kerugian yang dialami bukan hanya soal uang. Dadan mengaku bahwa peristiwa ini telah mengganggu kondisi mental dan sosialnya. Ia merasa malu terhadap lingkungan sekitar yang sudah tahu dirinya akan berangkat haji.

Dadan, mengatakan dengan nada tegas,“Memang kami menyetor melalui salah satu travel di Bogor. Saya tahu travel tersebut amanah, baik, dan memiliki izin resmi. Hanya saja, pelakunya yang tidak baik,” ujarnya lagi.

“Saya malu sama tetangga. Mereka semua tahu saya sudah siap berangkat haji. Tapi kenyataannya gagal karena ditipu. Saya gak bisa tidur, pikiran saya kacau,” ucapnya lirih.

Banyak korban lain mengalami hal serupa. Ada yang menjual tanah, ada yang menarik tabungan pensiun, bahkan ada yang meminjam uang demi bisa berangkat haji. Semua uang itu kini lenyap tanpa jejak. Mereka menuntut tanggung jawab dan berharap keadilan bisa ditegakkan.

Kasus penipuan berkedok Haji Furoda seperti ini bukanlah yang pertama. Modusnya hampir selalu sama — oknum mengaku punya akses langsung ke Kemenag atau pihak Arab Saudi, menawarkan keberangkatan cepat tanpa antrean, memungut biaya besar, lalu menghilang menjelang hari keberangkatan.

Kasus ini juga mencoreng nama baik Kementerian Agama. Sebab, sebagian besar korban mengaku yakin karena pelaku mengatasnamakan dirinya sebagai orang Kemenag.
Tokoh masyarakat Subang, yang ikut mendampingi korban, menilai kasus ini harus diusut tuntas agar tidak menciptakan preseden buruk.

“Kalau benar dia mengaku dari Kemenag, itu sangat merusak kepercayaan publik. Masyarakat percaya karena nama lembaga, bukan karena orangnya,” ujarnya.

Ia juga menekankan agar Kemenag lebih aktif melakukan sosialisasi dan pengawasan terhadap oknum yang memanfaatkan nama institusi untuk menipu masyarakat.


Menanti Keadilan dan Pengembalian Dana

Kini, para korban hanya bisa berharap pada langkah hukum. Mereka telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menelusuri keberadaan H. Mansyur. Namun sejauh ini, hasilnya masih nihil. Rumahnya dikabarkan kosong, dan tak ada informasi pasti tentang keberadaannya.

“Setiap kali kami datang ke rumahnya, selalu sepi. Gak pernah ada orang. Udah seperti kabur entah ke mana,” kata Dadan.

Kerugian yang ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Para korban berharap hukum bisa memberi keadilan dan negara hadir untuk melindungi warganya dari penipuan berkedok ibadah suci.

“Kami cuma ingin uang kami kembali. Itu hasil jerih payah kami bertahun-tahun. Tolong, jangan biarkan pelaku bebas begitu saja,” pinta Dadan dengan mata berkaca-kaca.

Kasus ini menjadi pengingat keras bagi umat Islam di Indonesia untuk berhati-hati. Keinginan kuat untuk berhaji tidak boleh membuat seseorang mudah percaya pada tawaran instan.
Setiap jamaah wajib memeriksa legalitas penyelenggara haji, memastikan izin PIHK dari Kemenag, dan tidak mudah tergiur dengan janji manis “berangkat cepat tanpa antrean”.

“Ibadah itu panggilan suci, tapi kalau jalannya salah, malah jadi dosa,” ucap seorang tokoh ormas Islam di Jakarta yang menanggapi kasus ini.

Di balik janji manis dan tutur lembut yang seolah meyakinkan, tersimpan luka mendalam bagi puluhan jamaah yang tertipu. Mereka kehilangan uang, kehilangan kepercayaan, dan kehilangan mimpi untuk menjadi tamu Allah di Tanah Suci.
Kasus H. Mansyur ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi juga moral dan kemanusiaan. Masyarakat berharap, keadilan benar-benar ditegakkan, agar tidak ada lagi air mata jamaah yang tumpah karena penipuan berkedok ibadah. ( red)


MUHAMMAD WAHIDIN

Recent Posts

Remaja Tarikolot Kembali Berulah, Tertangkap Curi iPhone Milik Pedagang Es Kelapa, Empat Kali Tertangkap Mencuri, Pembinaan Warga Dinilai Gagal

Bogor-Berita pantau.com-Tarikolot, Citeureup, Warga Desa Tarikolot, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, digemparkan dengan aksi pencurian yang…

2 jam ago

Egi KDM Bikin Heboh! Prank ke Pejabat Pemkab Bogor Soal Rumah Bocor Berujung Klarifikasi

Bogor – Beritapantau.com | Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan ulah konten kreator muda asal…

2 hari ago

Kades Yeni Lusiana: Alhamdulillah, Realisasi Bankeu Cipenjo Sudah Sesuai Standar

Bogor – Pemerintah Desa Cipenjo, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, menuntaskan realisasi Bantuan Keuangan (Bankeu) Kabupaten…

1 minggu ago

Desa Karang Asem Timur dan Puspa Sari Terima BSPS 2025, Puluhan Rumah Tak Layak Huni Segera Direhab

Citeureup, Beritapantau.com —Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) kembali digulirkan pada tahun anggaran 2025. Kali…

1 minggu ago

Demo UUD Anggaran DPR di Pemda Kabupaten Bogor Demo UUD Anggaran DPR di Pemda Kabupaten…

2 minggu ago

Sekretaris GMDM DPW Bogor Raya, Ade Mulyana Setiawan Berpulang ke Rahmatullah‎

Bogor Rabu 1 Oktober 2025 – Kabar duka menyelimuti keluarga besar Gerakan Mencegah Daripada Mengobati…

2 minggu ago