JAKARTA, – Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia mendorong Lembaga Pemantau Pembangunan Perbatasan Indonesia (LP3I) Regional II LT dan Himpunan Masyarakat Peduli Pembangunan Kaltara (HMP2 Kalatara) untuk melaporkan kasus dugaan korupsi proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan Jempolon- Long Simau-Long Mekatip-Long Berang sepanjang 57 Kilometer dengan pagu anggaran senilai Rp 153 Miliar dari dana APBD Kabupaten Malinau-Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Tahun Anggaran (TA) 2012 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Demikian disampaikan Ketua KOMPAK Indonesia, Gabrial Goal dalam rilis tertulisnya kepada tim media ini pada Senin (07/08/2023), terkait temuan hasil investigasi HMP2Kaltara dan LP3I tentang dugaan korupsi proyek jalan tersebut.
“Sebagai masyarakat pegiat anti korupsi, kita mendorong teman-teman Himpunan Masyarakat Peduli Pembangunan Kaltara (HMP2 Kalatara) dan LP3I, berdasarkan temuannya dapat mengadukan dugaan korupsi pengerjaan proyek tersebut ke Aparat Penegak Hukum yakni ke KPK. Saya sarankan, langsung ke KPK,” jelas Gabrial Goa.
Menurut Gabrial Goa, merupakan hak masyarakat untuk mengadu ke APH (ke KPK, red) jika menemukan data, indikasi, informasia, bahkan bukti dugaan adanya tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara dalam proyek-proyek pembangunan daerah yang menggunakan keuangan negara. Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, bahwa masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
“Jadi masyarakat bisa lapor, siapa saja bisa laporkan dugaan adanya perbuatan korupsi. Jadi LP3I dan HMP2 Kaltara dapat mengadukan proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan Jempolong-Long Simau-Long Mekatip-Long Berang ke KPK, jika punya cukup data dan bukti,” jelas Gabrial Goa.
Menurutnya, sejumlah pihak yang akan dilaporkan HMP2 Kaltara dan LP3I ke KPK yaitu Dinas PUPR Kabupaten Malinau selaku unit organisasi pelaksana sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kontraktor Pelaksana Proyek tersebut yakni PT. Kayang Lestari dan Kepala Daerah Kabupaten Malinau (saat itu, red). Mereka merupakan para pihak yang diduga bertanggungjawab atas
Gabrial Goa mengaku sudah sejak lama mendengar informasi melalui berbagai pemberitaan tentang kasus-kasus dugaan korupsi di Kabupaten Malinau, yang diangkat atau diadukan masyarakat, tetapi selalu saja ‘membeku’ di meja APH setempat, karena prakteknya tersistem dan rapi. Akan tetapi, menurut pegiat anti korupsi itu, masyarakat tidak boleh lemah dan gentar. “Yang namanya korupsi adalah musuh bersama, dan harus dilawan, karena menghambat pembangunan dan merugikan masyarakat, yang hak-hak ekosobnya dicuri,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya (06/08), Pengerjaan proyek jalan dan jembatan Jempolon Long Simau-Long Mekatip-Long Merang senilai Rp 153 Miliar dari Dana APBD Kabupaten Malinau Tahun Anggaran (TA) 2012, diduga melanggar Undang-Undang Tentang Kehutanan. Alasanya, proyek tersebut diduga sudah dan telah selesai dikerjakan sebelum ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI). Bahkan terkait hal ini, Mantan Bupati Malinau-Kaltara, Dr. Yansen TP.,M.Si yang saat ini adalah Wakil Gubernur Provinsi Kaltara diduga (saat itu, red) melakukan pembohongan publik terkait izin dari KLHK.
Demikian informasi yang dihimpun wartawan tim media ini berdasarkan hasil investigasi lapangan Lembaga Pemantau Pembangunan Perbatasan Indonesia (LP3I) Kalimantan Utara beberapa pekan lalu.
“Karena pernyataan Bupati Malinau tentang izin KLHK sebagaimana melalui Akte Notaris Aswendi Kamuli, S.H (No 16 tertanggal 15 Juli 2013) dan Surat Pernyataannya (Surat Pernyatan Tidak Melakukan Kegiatan Lapangan Nomor: 02/P/III/2013) dinilai tidak benar dan tidak sesuai fakta pengerjaan proyek tersebut. Karena, jalan tersebut sudah dikerjakan sebelum pengajuan permohonan izin ke Menteri Kehutanan dan sebelum izin tersebut keluar. Buktinya, izin atau SK Menteri Kehutanan (KLHK) tersebut baru keluar ditahun 2016 (Nomor: SK.534/Menlhk/Setjen/PLA.0/7/2016),” tulis LP3I dalam dokumen temuannya.
Menurut LP3I, pelaksanaan pengerjaan proyek pembangunan Ruas Jalan dan Jembatan Jempolon-Long Simau-Long Mekatip-Long Berang Kabupaten Malinau-Kaltara sangat bertentangan dengan UU Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Proyek tersebut juga melanggar PP Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan dan Peraturan Menteri (Permen) Kehutanan Nomor P.18/MENHUT/2010 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan, Permen Kehutanan Nomor P.14/MENHUT/2013 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan, dan Permen Kehutanan Nomor P.16/MENHUT/2014 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan.
“Sebagaimana diketahui, pelanggaran terhadap UU Nomor 41 Tahun 1999 dapat dipidana denda Rp 1 Miliar hingga Rp 5 Miliar, dan pidana 3 bulan kurungan atau penjara. Sedangkan pelanggaran (membangkang, red) terhadap Permen Nomor 18, Nomor 14, dan Nomor 16 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Kehutanan, berakibat pidana penjara bagi pemimpin Perusahaan (Dirut) dan denda sejumlah uang dan penyitaan aset (alat kerja dan hasil hutan, red) akibat Tindakan pengrusakan hutan,” jelas LP3I.
LP3I dalam investigasnya menemukan, bahwa pembangunan Jalan dan Jembatan Jempolon Long Berang – Long Simau – Long Mekatip – dari segi letak geografis, ada dalam lingkup DAS/ Daerah Aliran Sungai, khususnya Kecamatan Mentarang Hulu dan dalam Kawasan Hutan dengan 3 kategori yaitu 1) Hutan Taman Nasional Kayan Mentarang/TNKM (WWF super visi Ibu Kristina Egenter), 2) Hutan dengan wilayah hutang lindung, 3) Hutan dengan wilayah Hutan Produksi Terbatas.
Tiga wilayah tersebut yang terdiri dari Long Berang Kanan Mudik/Sei Lebuton, batas bawah Sei Hulu Sungai Jempolon sampai desa Long Simau – ex desa Long Metuil adalah Hutan Lindung, sehingga Pembangunan Jalan dan Jembatan Jempolon – Long Simau – Long Mekatip – Long Berang oleh Dinas PUPR Kabupaten Malinau tahun 2012-2016 dan yang dikerjalan oleh PT. Kayang Lestari, mulai dari sungai Lebuton menuju Long Simau sepanjang (±) 22 KM masuk dalam wilayah Hutan Lindung Lebuton Long Metuil dengan tanda alam Gunung Bisaken. LP3I menyebutnya tanah adat Alm. Litun Pengeran/Pengeran Lagan).
Ketiga, sebut LP3I, Desa Long Berang Sei P’a Vuru – Sei P’a Barang masuk Sungai Lebuton, tanah adat milik Alm. Yagung Padan/Padang Pengeran dan masuk dalam wilayah Hutan Lindung Tanpa Izin Khusus Pinjam Pakai/Pelepasan Kawasan Hutan untuk pembangunan jalan. Oleh karena itu, Pemkab Malinau dianggap melakukan pelanggaran berat, karena tidak sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.
Menurut LP3I, memperhatikan SK Mentri Kehutanan NOMOR : SK.534/Menlhk/Setjen/PLA.0/7/2016 tetang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pembangunan Jalan Perbatasan dan Pedalaman di Kabupaten Malinau yang baru dikeluarkan/ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2016, menunjukkan bahwa Pemkab Malinau sudah mengerjakan proyek tersebut sebelum ada izin yang dikeluarkan KLHK RI.
“Lebih jelas lagi dapat dilihat dalam Pernyataan Bupati Malinau saat itu bapak Dr. Yansen TP.M.si melalui Notaris Aswendi Kamuli, SH di Jakarta, Akta tanggal 15 Juli 2013 Nomor 16 – Pernyataan pada halaman 2, alinea 1, alinea 2, alinea 3. Selanjutnya Surat Menteri Kehutanan Nomor: S. 333/Menhut-VII/2014 tanggal 14 Agustus 2014, Perihal Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Jalan Perbatasan dan Pedalaman Kabupaten Malinau pada Kawasan Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HTP) dan Hutan Produksi Tetap (HP) a.n Pemerintah Kabupaten Malinau di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara,” jelas LP3I.
Dari data dan dokumen yang ada, lanjut LP3I, terlihat jelas bahwa seluruh pekerjaan pembangunan jalan di Kabupaten Malinau sudah selesai dikerjakan pada TA 2012/2013 – TA 2013/2014, sebelum ada Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk pembangunan jalan yang dikeluarkan Mentri Kehutanan RI (sebelum SK Mentri Kehutanan NOMOR : SK.534/Menlhk/Setjen/PLA.0/7/2016 dikeluarkan Kementerian Kehutanan, red).
Mantan Bupati Malinau yang adalah Wakil Gubernur Kaltara saat ini, Dr. Yansen TP.M.Si yang dikonfirmasi media ini via pesan WhatsApp/WA dinomor WA 081 2-83 83 xxxx pada Minggu (06/08/2023) pukul 10.41 Wita terkait izin tersebut gagal terhubung, karena memblockir nomor kontak wartawan sejak Sabtu (05/08). Dihubungi lagi menggunakan nomor yang lain pada pukul 14.48 Wita berhasil terhubung, pesan konfirmasi wartawan dilihat dan dibaca Wagub Yansen, namun dirinya tidak menjawab. Beberapa saat kemudian, nomor wartawan langsung diblockir. Dr. Yansen terkesan menghindari konfirmasi wartawan. (tim)